Pengertian Design & Creative Thniking
Design thinking tak hanya berlaku dalam pekerjaan tersebut, tetap juga dibutuhkan dalam bisnis. Design thinking juga memang mempunyai keuntungan seperti penghematan biaya dan jaminan return of investment (ROI), membuat pengguna semakin loyal, dan menghemat waktu pengembangan.
Konon, design thinking juga sangat penting dimiliki startup. Startup menciptakan, menguji produk atau servis dan tak jarang gagal sebelum mendapat pendanaan untuk meneruskan penemuannya. Startup harus bisa mendefinisikan masalah dan menjawabnya dengan hasil produknya. Disitu lah Design thinking di situlah berperan.
Lantas, apa yang dimaksud dengan design thinking? Bagaimana karakteristik dan penerapannya? Simak terus informasi di bawah ini agar kamu dapat memahami design thinking.
Di internet, kamu akan menemui banyak definisi mengenai design thinking. Menurut “Interaction Design Foundation” misalnya, design thinking disebut sebagai proses yang dilakukan secara berulang untuk memahami pengguna, menantang asumsi, mendefnisikan ulang permasalahan, serta menciptakan solusi.
Design thinking meliputi proses-proses seperti analisis konteks, penemuan dan pembingkaian masalah, pembuatan ide dan solusi, berpikir kreatif, membuat sketsa dan menggambar, membuat model dan membuat prototipe, menguji dan mengevaluasi.
Inti dari design thinking meliputi kemampuan untuk:
- Menyelesaikan masalah yang rumit.
- Mengubah strategi menjadi solusi.
- Menggunakan nalar abduktif dan produktif.
- Menggunakan media pemodelan non-verbal, grafik atau spasial, misalnya, membuat sketsa dan membuat purwarupa.
Design thinking memberikan ruang bagi kita untuk gagal. Belajar dari kegagalan, kita harus memahami mengapa kita gagal dan mengapa kita harus memperbaikinya. Pemikiran desain juga dikaitkan dengan resep untuk inovasi produk dan layanan dalam konteks bisnis dan sosial. Beberapa resep ini telah dikritik karena terlalu menyederhanakan proses desain dan meremehkan peran pengetahuan dan keterampilan teknis.
John E. Arnold adalah salah satu penulis pertama yang menggunakan istilah design thinking. Dalam “Creative Engineering” (1959) dia membedakan empat bidang pemikiran desain. Menurut Arnold, pemikiran desain dapat menghasilkan antara lain:
- Fungsionalitas baru, yaitu solusi yang memenuhi kebutuhan baru atau solusi yang memenuhi kebutuhan lama dengan cara yang sama sekali baru.
- Tingkat kinerja solusi yang lebih tinggi.
- Menurunkan biaya produksi.
- Peningkatan salabilitas.
Jadi, menurut konsep awal ini, design thinking mencakup semua bentuk inovasi produk, termasuk terutama inovasi inkremental (kinerja yang lebih tinggi) dan inovasi radikal (fungsionalitas baru). Arnold merekomendasikan pendekatan yang seimbang: Pengembang produk harus mencari peluang di keempat bidang pemikiran desain.
Jenis-jenis Creative Thinking
Divergent Thinking
Cara berpikir kreatif jenis divergent thinking membuat seseorang bisa bebas memikirkan sebanyak mungkin ide berdasarkan imajinasi. Dalam proses berpikir, seseorang akan sering menggunakan fleksibilitas dan ide yang benar-benar berasal dari pemikiran. Hal ini kemudian dilakukan eksplorasi sebanyak mungkin mencari solusi untuk mengatasi masalah yang ada.
Lateral Thinking
Merupakan jenis pemikiran yang membuat seseorang cenderung mencari ide lain ketimbang tergantung dengan satu ide yang sudah ada. Hal ini tidak ditujukan untuk membatasi pola pikir, namun membiarkan kondisi mengalir dan ide yang muncul memiliki hubungan dengan ide awal dan bisa memecahkan permasalahan.
Inspirational Thinking
Jenis pemikiran ini sangat berkaitan dengan inspirasi seseorang tersebut, bisa berasal dari mana saja termasuk imajinasi hingga sesuatu yang dilihat. Kemudian menimbulkan inovasi yang menjadi solusi menyelesaikan masalah yang dihadapi, kemudian dikembangkan dan menjadi ide yang benar-benar bisa dijadikan untuk menyelesaikan masalah.
System Thinking
Contoh creative thinking selanjutnya adalah system thinking yang pada umumnya jenis pemikiran ini melihat berkaitan antara satu ide dengan ide lainnya, pemikiran yang membuat seseorang dapat menyadari hal-hal yang ada di hadapannya. Saling terkait kemudian membentuk hal lebih besar, sehingga dapat menjadi solusi yang lebih efektif.
Aesthetic Thinking
Jenis pemikiran ini berfokus pada hal yang sifatnya berupa keindahan dan nilai yang melekat padanya, aesthetic thinking membuat seseorang dapat menghasilkan atau menemukan hal-hal menyenangkan dan indah bagi mereka.
Tahapan Penerapan Design Thinking: Studi Kasus Gojek
Berikut tahapan penemuan Gojek menggunakan design thinking.
1. Empathize
Nadiem mengatakan bahwa sektor ojek sangat bernilai. Ini berawal dari pengalaman pribadinya yang lebih memilih naik ojek dibanding membawa mobil sendiri untuk menghindari kemacetan Jakarta. Nadiem mendapati bahwa masyarakat juga merasakan keresahan yang sama dan membutuhkan tranportasi alternatif.
Di sisi lain, karena sering naik ojek, Nadiem dapat memahami seluk beluk perjuangan seorang ojek yang bekerja selama 14 jam sehari dan tidak bertemu anak istri, tetapi hanya dapat 4 penumpang. Nadiem merasa prihatin dengan nasib tukang ojek.
2. Define
Nadiem berusaha menjawab permasalahan yang ada dengan menekankan bahwa konsumen menghadapi masalah kemacetan setiap hari. Di sisi lain, terdapat ketidakpastian penghasilan dari tukang ojek, bahkan setelah bekerja berjam-jam dalam sehari.
Selain itu, Nadiem juga melihat, pada saat banyak ojek tersedia, tidak banyak penumpang yang membutuhkan jasanya. Namun, saat penumpang butuh, sang ojek tidak berada di tempat. Kata Nadiem, ini menyebabkan inefisiensi pasar. Oleh karena itu, Nadiem merasa harus membuat terobosan baru untuk mengakomodasi hal tersebut.
Potential problem statement: “Masyarakat butuh transportasi alternatif untuk menghindari kemacetan Jakarta dan tukang ojek butuh kepastian penghasilan (penumpang)”.
3. Ideate
Bermodal keresahan masyarakat atas kemacetan Jakarta, nasib tukang ojek, dan perumusan problem statement di atas, Nadiem merumuskan beberapa solusi. Salah satunya dan yang akan menjadi dasar pembuatan produknya saat ini, adalah dengan menciptakan sebuah penghubung antara kebutuhan penumpang dan tukang ojek.
4. Prototype
Pada 2010, Nadiem membuat sebuah call center untuk ojek konvensional yang berjumlah 20 orang pengemudi. Setelah mendapat respons positif dari masyarakat, barulah Gojek mengembangkan aplikasinya.
5. Test
Pada 2015, Gojek merilis aplikasi Go-Ride untuk melihat respons masyarakat. Tak lama, pengemudi berbondong-bondong mendaftar, dari yang mulanya 20 orang menjadi 800 orang pada 2015. Gojek telah sukses menjadi penghubung mitra ojek online dengan customer yang membutuhkan transportasi alternatif untuk menghindari kemacetan Jakarta. Selain layanan utama tersebut, Gojek juga semakin mengembangkan bisnisnya pada layanan antar makanan, barang, pembelian barang, jasa kebersihan, dan lain-lain.

